welcome to my official blog

dream as you life forever. life likes you will die tomorrow. be the best . I do believe in fairy ! I do ! I do !

Jumat, 04 Januari 2013

naskah drama LEGENDA TENGGER by XII OLIMPIADE 2012

PEMAIN DAN PERAN
Annisa Nurul Ilmi        : (sebagai)  Purbaningrum dan Dayang Laksmi (peran ganda)
Darmalianti Rahim     : (sebagai) Nyai Roro Gendeng
Desty Triyaswati         : (sebagai) Roro Anteng
Dwi Rahmawati          : (sebagai) Arimbi dan Dayang Nyai (peran ganda)
Ishmah Nurul              : (sebagai) Kanjeng Lara dan Permaisuri (peran ganda)
Moh. Hardiansyah      : (sebagai) Joko Berto dan Raja (peran ganda)
Nur Isnaini Ulfa           : (sebagai) Dewi Agung dan Wanita Misterius (peran ganda)
Risqah Fadilah             : (sebagai) Patmini
Suhardiman Jaiz          : (sebagai) Joko Seger

LEGENDA TENGGER
Adegan 1
Tersebutlah kerajaan Majapahit yang mahsyur dan damai, dipimpin oleh raja yang bijaksana dan permaisuri yang baik hatinya. Mereka mempunyai seorang putri yang cantik dan baik hati bernama Roro Anteng.  Suatu hari, Roro Anteng menikah dengan pemuda pilihannya, Joko Seger, putra seorang Brahmana yang tampan dan baik hati. Seluruh Kerajaan berpesta dan bersukaria atas pernikahan Roro Anteng.
Suatu hari setelah pernikahan, di ruang Kerajaan.
Roro Anteng      : “Ayahanda,  Ibunda, izinkan saya dan Kanda Joko meninggalkan istana ini.”
Raja                       : “Apa? Putriku.. apakah kau bercanda putriku Roro?”
Roro Anteng      : “tidak ayahanda, ini sudah keputusan kami berdua.”
Permaisuri          : “Putriku, apa kurangnya istana ini? Kalian bisa hidup dengan dengan nyaman di …sini.”
Joko seger          : “Maafkan kami, Ibunda, Ayahanda, tapi kami ingin tinggal di tempat itu, impian …kami sejak dulu. Kami akan membangun bahtera dan bisa hidup mandiri.”
Raja                       : “Apakah ananda kuat hidup tanpa ayahanda dan ibunda?”
Roro Anteng      :”Iya ayahanda. Semuanya akan baik-baik saja. Lagipula suami ananda joko seger …akan selalu menemani ananda.”
Permaisuri          : ”Baiklah putriku sayang. Kalau itu sudah menjadi keputusan kalian. Kami tak bisa …melarangnya.”
Raja                       : ”Baik-baiklah disana anakku. Jika sewaktu-waktu kalian mendapatkan masalah …janganlah sungkan untuk datang kembali, gerbang Istana ini akan selalu terbuka …untukmu.”
Permaisuri          : “Baiklah kalau begitu, Dayang Laksmi tolong bantu anakku dan suaminya …menyimpkan segala keperluannya untuk hidup jauh.”
Dayang Laksmi  : “Baiklah yang mulia Permaisuri."

Tutup tirai 

Adegan 2
   Akhirnya, Joko Seger dan Roro Anteng tinggal di lereng gunung Bromo, mereka memberi nama daerah itu dengan nama Tengger. Gabungan dari nama Anteng dan Seger. Mereka hidup bahagia, namun setelah bertahun-tahun menikah, mereka tak kunjung diberi seorang anak.
Joko Seger          : “Adinda, mengapa kita tak kunjung memiliki anak juga?”          
Roro Anteng      : “Sabar Kakanda, mungkin sang  Dewi Agung belum mepercayai kita sebagai …orang tua.”
Joko Seger          : “Tapi adinda, kita sudah berdoa setiap hari. Tapi sepertinya Dewi Agung tak …mendengar doa kita, haruskah kita memakai cara lain?”
Roro Anteng      : “Terserah kakanda saja, Adinda akan mengikuti kehendak Kakanda .”
Joko seger          : “Kanda akan berusaha yang terbaik untuk kita.”

Tutup tirai 

Adegan 3
Joko Seger pun pergi ke Nyai Roro Gendeng tanpa sepengetahuan Roro Anteng. Nyai Roro gendeng adalah Nyai yang terkenal akan kesaktiannya. Konon kabarnya, dia sudah hidup ratusan tahun lamanya, akan tetapi wajahnya masih tampak seperti umur 20 tahun.
Nyai Roro Gendeng        :”Sepertinyaini darah terakhir dari tumbal Mas sugeng 10 tahun lalu,saya …tidak bisa awet muda lagi.”
Dayang Nyai                       : “Iya Nyai, bagaimana nasib kita selanjutnya?”
Nyai Roro Gendeng        : “Tenanglah, saya mempunyai firasat baik tahun ini.”
(Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Nyai segera meyuruh Dayang Nyai menyembunyikan sebotol darah terakhir).
Nyai Roro Gendeng        : “Monggo Mas Joko Seger.”
Joko Seger                          : “Apakah kita saling mengenal?” (heran)
Nyai Roro Gendeng        : “Hahaha, kamu meragukan kemampuan saya ya? Masuk dan duduklah.” … (mempersilahkan duduk di tikar)
Joko Seger                          : “Terimakasih Nyai, hmm begini Nyai, saya ke sini, ingin meminta pada …Nyai agar diberi anak.”
Nyai Roro Gendeng        : “Anak ya? Gampang, tapi ada syaratnya.”
Joko Seger                          : “apa itu Nyai, perkenankanlah hamba untuk mengetahuinya.”
Nyai Roro Gendeng        : “Salah satu anakmu harus kau serahkan pada saya.”
Joko Seger                          : “Demi anak akan hamba kabulkan permintaan Nyai. (dengan tegas)”
Nyai Roro Gendeng        : “Baiklah, terimalah ramuan ini, minumkan pada istrimu 3x sehari setelah …makan. Dijamin, dalam waktu 1 minggu, istrimu akan hamil. Dan …ingatlah, 18 tahun yang akan datang saya akan datang menagih …janjimu, apabila tidak kau …penuhi maka binasalah Desa Tenggermu!”
Tutup tirai

Adegan 4 
18 tahun berlalu dengan singkat. Kini, di rumah Joko Seger dan Roro anteng kini sudah dihuni 5 orang anak. Anak pertamanya bernama Kanjeng Lara, anak keduanya Joko Berto, anak ketiganya Purbaningrum, anak keempatnya Arimbi, dan anak bungsunya Patmini. Keluarga mereka cukup harmonis walau kadang ada sedikit pertengkaran kecil di antara mereka.
Arimbi                   : “Ibunda, masa Patmini diberi uang jajan yang lebih besar  dari pada ananda ? …ananda tidak suka, ini tidak adil”
Roro anteng       : “Anandaku tercinta, adikmu sedang membutuhkan uang, untuk membeli kebaya …baru . Kamu kan sudah kemarin, sudah lima kali malah.”
Patmini                 : “Yah Ibunda, kebaya ini sudah cukup usang, sedangkan punya mbak Arimbi …masih baru.”
Kanjeng Lara      :”Ibunda, mengapa ananda terus yang disuruh cuci piring? Patmini tidak pernah …disuruh cuci piring. Ananda punya pekerjaan lain juga ibunda!” (menunjuk adiknya)
Patmini                 : “Tapi, saya baru saja selesai memasak bersama Purbaningrum dan ibunda, mbak …Kanjeng Lara saja yang menyelesaikannya” (menyapu keringat di dahinya)
Roro anteng       :”Kanjeng Lara anakku, sebentar lagi Ayahanda dan Joko Berto akan pulang, …selesaikan saja pekerjaanmu segera.”
Kanjeng Lara      : “Hmm, baiklah ibunda.” (melengos kesal dan pergi ke dapur untuk cuci piring)
Joko Berto dan Ayahnya tiba di rumah selesai bertani.
Joko Berto          : “Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan sekali Ibunda. (menyalim tangan Roro …anteng)
Joko Seger          : “Syukurlah adinda, tanaman kita tumbuh subur di luar sana. Dewi Agung …memberkahi kita.”
Purbaningrum   : “Syukurlah Ayahanda, hidup kita benar-benar bahagia.” (menyalim tangan Joko Seger)
Tutup tirai 

Adegan 5
Beberapa hari kemudian, di pagi hari kediaman Roro anteng dan Joko Seger didatangi oleh seseorang yang misterius. Pakaiannya serba hitam dan membawa tongkat. Ia berjalan secara perlahan. Saat itu Roro Anteng sedang menyapu di halaman.
Roro anteng                       : (keget). “Maaf, apa gerangan anda datang  ke sini? Anda …sedang mencari siapa?” (terheran-heran)
Nyai Roro Gendeng        : “Kamu Roro Anteng kan? Istri Joko Seger , saya datang ke sini untuk …menagih janji.”
Roro anteng                       : “janji? Tapi, saya tidak pernah bertemu anda sebelumnya.”
Nyai Roro Gendeng        : “Jadi, suamimu tidak menceritakan padamu ya? Tentang itu. Hahahaha.”
Roro anteng                       : (bingung) “tentang itu? Apakah itu?”
Nyai Roro Gendeng        : “Tanya saja pada suamimu! dan katakan padanya waktunya sisa 1 …minggu lagi!”
Tutup tirai

Adegan 6
Roro anteng menjadi kebingungan, dia terus memikirkan perempuan misterius itu. Entah mengapa, firasatnya menjadi tidak enak. Saat suaminya pulang ke rumah, dia berbicara secara rahasia dengan suaminya.
Roro anteng       : “ Kanda, apa yang kanda sembunyikan dari Adinda?”
Joko Seger          : “Percayalah padaku Adinda, Kanda tidak menyembunyikan apa-apa.”
Roro anteng       : “Pagi tadi, seorang Nyai misterius datang ke rumah kita, dia datang untuk …menagih janji. Dia bilang bahwa waktumu sisa 1 minggu lagi. Apa maksudnya …Kanda?”
Joko Seger          : “Ya ampun Adinda, Kakanda lupa Adinda! Kanda pernah berjanji pada Nyai Roro …Gendeng apabila kita dikaruniai anak, kita harus memberikan salah 1 anak kita …ke Nyai. Apabila tidak, dia akan murka dan menghancurkan Tengger dan seluruh …keluarga kita Adinda!”
Roro anteng       : “Apa kanda? Kenapa hal seperti ini Kanda sembunyikan dari Dinda!  Apa yang …harus kita perbuat sekarang? Dinda tidak ingin salah satu anak kita menjadi …tumbal Nyai!”
Joko Seger          : “Maafkan Kanda Adinda. Kanda, kanda...”

Tutup tirai

Adegan 7
Tanpa  sepengetahuan Joko Seger dan Roro Anteng, ternyata anak-anak mereka mendengarnya dari balik pintu. Mereka sangat shock mengetahui salah satu dari mereka akan ditumbalkan.
Purbaningrum   : “Salah satu dari kita akan ditumbalkan. Saya tak percaya!”
Patmini                 : “Pantas saja mbak saya curiga dengan kedatangan sosok misterius tadi, serba …hitam dan mengerikan.”
Arimbi                   : “Saya tidak peduli betapa mengerikannya dia, tapi yang penting bukan saya yang …menjadi tumbalnya.”
Joko Berto          : “Mbak Kanjeng Lara saja yang jadi tumbalnya, sebagai yang tertua harusnya …mengalah pada kita! Umur mbak kan sudah 18 tahun. Saya baru saja 17 tahun  …bulan lalu.”
Kanjeng Lara      : “Eh, kecil.. kamu pikir saya mau menuruti mau kamu, saya masih mau hidup. 18 …tahun masih terlalu sebentar! Saya belum menikah, punya anak dan lain-lain!”
Arimbi                   : “Kalau begitu Patmini saja, dia belum mengerti akan hidup, belum dewasa. …Kenapa bukan dia saja!”
Patmini                 : “Apa? Kok saya mbak? Apa salah saya sama mbak?”
Purbaningrum   : “Jangan mbak, jangan Patmini mbak, dia masih muda mbak!”
Joko Berto          : “Kamu mau jadi tumbal Purbaningrum?”
Purbaningrum   : “Bukannya begitu Mas, tapii.. Mas dan mbak tidak bisa menentukan begitu saja, …kita harus membicarakannya pada Ibunda dan Ayahanda besok.”

Tutup tirai

Adegan 8
Keesokan harinya suasana di kediaman Joko seger dan Roro Anteng tidak bahagia seperti biasanya. Semuanya pusing dan dilema akan masalah siapa yang akan menjadi tumbal. Joko seger dan istrinya sedang terduduk lesu di ruang keluarga. Sementara anak-anaknya yang sudah mengetahuinya, juga bingung dan resah akan masalah itu.
Joko Seger          : “Anak-anakku, ada yang ingin ayahanda bicarakan ke kalian semua. Tapi …sebelumnya ayahanda meminta maaf atas apa yang ayahanda lakukan 18 …tahun lalu”
Purbaningrum   : “Ayahanda, kami juga ingin minta maaf, kami telah mengetahui segalanya. …Kami.. mendengar pembicaraan Ayahanda dan Ibunda semalam.”
Joko Seger          : “Apa? Tentang Nyai itu?”
Joko Berto          : “Kami sudah tahu bahwa Ayahanda akan menyerahkan salah satu dari ke Nyai …jahat itu.”
Roro Anteng      : “Tapi sungguh anakku, Ibunda tak ingin salah satu dari kalian menjadi milik Nyai, …Ibunda tak rela. Kanda.. bagaimana kalau saya saja yang menjadi tumbal Nyai?”
Kanjeng Lara      : “Jangan Ibunda, saya tak bisa hidup tanpa Ibunda. Saya baru saja dewasa dan …tidak ada…yang bisa menjadi pengganti Ibunda di rumah ini.”
Patmini                 : “Ayahanda, Ibunda, apa tidak ada jalan lain? Bagaimana kalau kita meninggalkan …Tengger saja dan pergi dari Nyai itu?”
(Terdengar ketukan pintu yang memotong pembicaraan keluarga itu, Purbaningrum membuka pintu dan mempersilahkannya masuk)
Purbaningrum                   : “Anda siapa?”
Perempuan Misterius    : “Maaf, mengganggu pembicaraan kalian. Saya tahu banyak tentang Nyai …Roro Gendeng, mungkin saja saya bisa membantu.”
Purbaningrum                   : “Syukurlah kalau begitu, kami ingin bertanya.. Bagaimana cara kami agar …terlepas dari Nyai Roro Gendeng?”
Perempuan Misterius    : “Saya sempat mendengar bahwa kalian akan lari dari Desa ini? …Menurutku, hal …itu mustahil! Nyai Roro Gendeng sangat sakti, dia …bukanlah manusia biasa, mengetahui segala jenis ilmu hitam. Dia …sangat sulit dikalahkan, kabur dari Desa ini bukan jalan keluarnya, dia …akan mengikuti dan membunuh kalian semua!”
Seluruh keluarga              : “Apa?”
Joko Seger                          : “Jadi, tak ada cara lain, ini semua salahku Adinda, coba saja kita …menunggu Dewi  Agung untuk diberi anak, pasti tidak seperti  ini.”
Perempuan Misterius    : “Satu-satunya cara yang bisa adalah mengorbankan salah satu dari anak …kalian, Nyai Roro Gendeng menginginkan darahnya untuk awet muda, …semakin segar semakin baik pula. Dia sudah hidup seperti ini sejak 100 …tahun yang lalu.”
Kanjeng Lara                      : “Saya tak mau menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng, saya masih mau …hidup ayahanda.”
Arimbi                                   : “Saya masih muda dan lugu ayahanda, teganya ayahanda ingin …mengorbankan salah satu dari kami.”
Joko Berto                          : “Demikian saya juga, saya telah berjanji akan menikahi kekasihku saat …usia kami 20 tahun, dia akan bersedih kalau saya pergi.”
Purbaningrum                   : “Mengapa ayahanda berjanji seperti itu? Saya tak ingin salah satu dari …kami  diambil.”
Joko Seger                          : “Demi Dewi Agung, ayahanda sangat menyayangi kalian, kalau saja …tumbal Nyai Roro Gendeng bisa diganti, ayahanda yang akan menjadi …tumbal itu.” (Roro Anteng terisak dan tak sanggup berkata-kata)
Patmini                                 : (mengangkat tangan). “Ibunda, ayahanda, biarkan saya saja, saya mau …menjadi …tumbal Nyai Roro Gendeng. Asalkan seluruh keluarga …bahagia, asalkan …Tengger aman.”
(Mendengar perkataan Patmini seluruh keluarganya sedih)
Roro Anteng                      : “Patmini anakku, mengapa kamu berani menjadi tumbal Nyai Roro …Gendeng, padahal kakak-kakakmu saja tidak berani.”
Patmini                                 : “Saya rela melakukan apapun termasuk menjadi tumbal Nyai Roro …Gendeng …asal Ibunda, Ayahanda, dan Kakak-kakak bahagia.”
Perempuan Misterius    : “Wah, kamu sangat mulia nak, kalau begitu, 6 hari dari sekarang yaitu …hari …Senin, saya akan menjemputmu dan mengantarmu ke tempat …Nyai Roro Gendeng. Habiskanlah waktumu bersama keluargamu nak.”

Tutup tirai

Adegan 9
Sementara itu di kediaman Nyai Roro Gendeng. Terdengar nyanyian yang mengerikan dari rumahnya, Nyai Roro Gendeng sedang berbahagia karena sebentar lagi akan mendapat darah baru.
Nyai Roro Gendeng        : “Sungguh saya tidak sabar menikmati darah itu, saya akan awet muda …lagi. Selamat datang umur 20 tahun, hahaha.”
Dayang Nyai                       : “Hahaha, saya juga mendapat darah itu kan Nyai? Kulit saya sudah …berkurang kekencangannya.” (mengelus-ngelus pipinya)
Nyai Roro Gendeng        : “Tentu saja, kamu adalah dayangku yang paling setia. Kita diibaratkan …seperti jarum dan benang, seperti dukun dan sesajen. Hahaha.”
Dewi Agung                        : “Kamu tidak berubah yah, Nyai Roro Gendeng, atau mesti kupanggil …mantan Dewi Kesuburan?”
Dayang Nyai                       : “Dia siapa Nyai? Apa maksudnya mantan Dewi Kesuburan?” (terkejut dan gelegapan)
Nyai Roro Gendeng        : “Tenang, dayangku. Biar saya yang bicara. Hmm, rupanya kamu Dewi …Agung, lama tak jumpa. Bagaimana sekarang hidupmu menjadi Dewi …dari segala Dewi?”
Dewi Agung                        : “Kabar baik, bagaimana kabarmu?” (tenang)
Nyai Roro Gendeng        : “Ini semua gara-gara kamu! Kalau saja saya yang terpilih menjadi Dewi …Agung, tidak akan seperti ini saya jadinya. Tidak usah saya hidup …menjadi Nyai Roro Gendeng yang meminum darah agar awet …muda.” …
Dewi Agung                        : “Kamu seharusnya tahu, bahwa yang terbaiklah yang menang, kamu …tidak tahu …bahwa Dewi Agung yang dahulu tahu niat busuk kamu, …makanya dia tidak memilihmu! Dan mengirimmu ke bumi menjadi …manusia.”
Nyai Roro Gendeng        : “Tahu apa kamu, hah?”
Dewi Agung                        : “Saya tahu banyak hal, kamu sebentar lagi akan menumbalkan anak Joko …Seger dan Roro Anteng kan?”
Nyai Roro Gendeng        : “Yah, benar sekali Dewi Agung, dan saya akan jauh lebih cantik darimu …setelah itu. Hahah..”
Dewi Agung                        : “Semoga berhasil kalau begitu, dan selamat tinggal.” (terdengar bunyi …Cring, Dewi Agung menghilang)
Tutup tirai
[Adegan 10
Detik demi detik berlalu dengan cepat. Kini, tak terasa, hari yang paling ditakuti keluarga Joko Seger dan Roro Anteng tiba juga. Hari Senin, di mana Patmini, anak bungsu pasangan itu akan pergi untuk selama-lamanya karena akan menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng. Senin Subuh yang kelam itu, tidak seorangpun dari keluarga Joko Seger dan Roro Anteng yang bisa tidur. Mereka berkumpul di ruang makan, semuanya gelisah, kecuali Patmini, dia nampak tegar walaupun masalah ini sangat berat.
Purbaningrum   : “Patmini, kamu benar-benar mulia adikku. Bersenang-senanglah nanti di surga. …Saat Nyai Roro Gendeng akan menjadikanmu tumbal. Tutuplah matamu, dan …ingatlah rumah ini, ingatlah ayahanda, Ibunda dan kita semua.” (terisak-isak, …kemudian menangis memeluk adiknya)
Patmini                 : “Janganlah menangis mbak, saya  akan baik-baik saja di sana. Nanti, saya juga …bisa menangis.”
Arimbi                   : “Kalau tidak ada kamu, siapa yang mau memasak lagi bersama Ibunda, siapa lagi …yang akan bantu Kanjeng Lara cuci piring? Siapa yang mau pijit-pijit mbak?
Kanjeng Lara      : “Patmini, kalau mbak menikah dan punya anak, akan mbak beri nama seperti …namamu. Semoga dia baik hati dan mulia sepertimu.” (menyeka air matanya)
Patmini                 :“Terima kasih semuanya, Ayahanda, Ibunda, Mbak Kanjeng …Lara, Arimbi, …Purbaningrum, dan Mas Joko Berto, Patmini sangat menyayangi …kalian.”
Joko Berto          : “Kamu benar-benar mulia adikku, betapa beruntungnya keluarga kita …memilikimu.”
Roro Anteng      : “Ananda.. kuu.. Patmini..”
Patmini                 : “Iya ibunda, jangan menangis Ibunda, saya akan baik-baik saja.”
Roro Anteng      : “Terima kasih nak, Ibunda benar-benar menyayangimu.”
Joko Seger          : “Ingatlah Ananda, ketika kau takut, tutuplah matamu, bayangkan wajah Ibunda, …Ayahanda, dan keluarga ini. Dengan begitu, rasa takutmu akan hilang nak, kita …semua selalu berada bersamamu. Di di sini.” (menepuk-nepuk dadanya).
Tutup tirai

Adegan 11

Mereka menghabiskan waktu sampai fajar menyambut. Terdengar ketukan pintu, itu pasti perempuan yang akan mengantar Patmini di tempat Nyai Roro Gendeng.

Perempuan misterius    : “Bagaimana, apakah semuanya sudah siap?”
Patmini                                 : “Yah, hmmm, bolehkah saya menyampaikan sebuah permintaan …sebelum …pergi?”
Perempuan misterius    : “Tentu saja.”
Patmini                                 : “Ibunda, Ayahanda, dan semuanya, Patmini ingin kalian mengenang …Patmini. …Untuk tahun ke depannya, pergilah ke Gunung bromo, dan …kirim sebahagian kecil …hasil panen Ayahanda untuk Patmini. Patmini, …sangat menyayangi kalian, …hiduplah dengan rukun di sini. …Selamat …tinggal.” (menyalim tangan Ayahanda, …Ibunda, dan seluruh …keluarganya)

Patmini menyalim tangan Ibunda, Ayahanda, dan kakak-kakaknya untuk terakhir kalinya. Tak diragukan lagi, air mata berjatuhan saat kepergian Patmini.
Tutup tirai

Adegan 12
Di perjalanan, Patmini berusaha tegar dan menahan air matanya. Mereka terus berjalan sampai akhirnya perempuan misterius itu berhenti dan menunjukkan rumah Nyai Roro Gendeng. Patmini diminta sendirian ke sana.
Suasana sangat gelap dan mengerikan di sekitar rumah Nyai Roro Gendeng, gerimis perlahan-lahan jatuh membasahi bumi. Hujan pertama di bulan Kashada, saat yang tepat untuk melakukan penumbalan Patmini.
Dayang Nyai                       : “Hahaha, akhirnya, kamu datang juga!”
Patmini                                 : (ketakutan) “Apakah kamu Nyai Roro Gendeng?”
Dayang Nyai                       : “Sayang sekali, emm salah, saya hanya dayang Nyai. Cepatlah masuk ke …dalam, nyai sudah menunggu.”
Patmini                                 : “Ba.. baik.” (ketakutan)
Nyai Roro Gendeng        : (menepuk tangannya 3 kali). “Kamu patut diberi pujian gadis kecil, saya …tahu kamu putri Joko Seger yang paling bungsu. Hahah”
Patmini                                 : “Maaf, apakah itu lucu?”
Nyai Roro Gendeng        : “Ya, tentu saja tidak.. sekarang, jangan basa-basi lagi. Berbaringlah di …sini!” (menunjuk tikar yang dipenuhi daun-daun). “Penumbalanku …segera dimulai. …Dayang, ambilkan pisau sakti!”
Dayang Nyai                       : “Baik Nyai, ini dia! Saya sudah asa.”
Nyai Roro Gendeng        : “Hahahah, dengan begini saya akan awet muda segera! Hahaha” … … … …(tertawa bersama dayang, memegang pisau itu di atas perut Patmini, …membaca mantra)
(Patmini menutup mata sambil tersenyum)
Nyai Roro Gendeng        : “Kenapa kamu menutup mata sambil tersenyum? Kamu takut?”
Patmini                                 : “Tidak, saya mengingat hal-hal yang paling membahagiakan bersama …keluarga saya.”
 (Tiba-tiba, tangan Nyai menjadi gemetar, dia jadi tidak sanggup memegang pisau itu, dan pisau terlempar ke arah samping)
Nyai Roro Gendeng        : “Tidak! Apa yang terjadi? Kenapa tenaga saya menghilang? Tidaak..” … … … (menoleh)” Kamu? Beraninya kamu Dewi Agung!” (suaranya meninggi dan menunjuk Dewi Agung)
Dewi Agung                        : “Tentu saja saya berani, tak akan kubiarkan kau menyentuhnya. Kamu …akan menua dan binasa sekarang bersama dayang-dayangmu!” … … … … … (melontarkan kutukannya pada Nyai Roro Gendeng dan dayangnya)
Nyai Roro Gendeng dan Dayang Nyai: “TIDAAAAAAAKK!”

Tutup tirai

Adegan 13
Nyai Roro Gendeng dan Dayang akhirnya lenyap bersama hilangnya suara teriakan mereka berdua. Kini, Patmini terduduk lemas, bersama Dewi Agung di sebelahnya.

Patmini                 : “Terimakasih telah menolongku, tapi.. anda Yang Mulia Dewi Agung? Kenapa …anda mau menolong saya?”
Dewi Agung        : “Karena kau mulia dan baik hati.”
Patmini                 : “Itu saja? Hmm, kenapa Anda tidak membunuh Nyai Roro Gendeng sejak dulu?”
Dewi Agung        : “Itu sulit, dia sangat kuat dan sakti. Kondisinya yang paling lemah adalah ketik …hujan pertama bulan Kashada , sesaat ketika penumbalan berlangsung.”
Patmini                 : “Apakah saya baru bertemu Anda hari ini?”
Dewi Agung        : “Tentu saja tidak, karena saya yang menjemput kamu dan membawa kamu ke …sini?”
Patmini                 : “Perempuan misterius tadi?? Sungguh saya tak mengetahuinya Dewi Agung. Apa …yang harus saya lakukan untuk membalas kebaikan Dewi Agung? Saya siap …melakukan apa …saja.”
Dewi Agung        : “Saya akan mengangkatmu menjadi Dewi Kebaikan dan tinggal bersamaku di …kayangan dengan Dewi-Dewi lainnya. Apakah kamu mau Patmini?”
Patmini                 : “Dengan senang hati Dewi Agung, saya akan menerimanya.”
Tutup tirai

Akhirnya, semua berakhir bahagia. Patmini dibawa ke kayangan menjadi Dewi Kebaikan, menyebarkan kebaikan di muka bumi. Sedangkan keluarganya di Tengger, setiap tahunnya saat hujan pertama Bulan Kashada menyerahkan sebagian hasil pertanianya untuk Patmini. Dari kayangan, Patmini selalu merasa bahagia melihat keluarganya hidup dengan tentram di Tengger.
(TAMAT)
















DRAMA PRAKTIK KESENIAN
“LEGENDA TENGGER”



 





OLEH:
ANNISA NURUL ILMI
DARMALIANTI RAHIM
DESTY TRIYASWATI
DWI RAHMAWATI
ISHMAH NURUL
MOH. HARDIANSYAH
NUR ISNAINI
RISQAH FADILAH
SUHARDIMAN JAIZ

XII OLIMPIADE

SMAN 4 KENDARI
TAHUN AJARAN 2011/2012

naskah drama "SARUNGELA DAN OM PERI" by XI OLIMPIADE 2011

SARUNGELA

Tokoh:
1. Sarungela (Annisa Nurul Ilmi)
2. Om Peri/Bapak Rian (Muh. Riansyah)
3. Mama Sosa (Kiki Iqrayanti)
4. Sarah/kakak I (Desty Tryaswati)
5. Sonia/kakak II (Arni Aries)
6. Ibu Tendri (Nur Fadhilah)

Diceritakan, hiduplah sebuah keluarga miskin yang terdiri dari seorang ibu dan kedua putrinya yang bernama Sarah dan Sonia serta seorang anak angkat yang bernama Sarungela. Sarungela diangkat delapan tahun yang lalu dari sebuah panti asuhan, yang konon katanya ketika Sarungela masih bayi ditemukan di depan gerbang panti asuhan dalam keadaan terbungkus sehelai sarung. Sehingga dalam hidupnya kini, Sarungela selalu memakai sarung pemberian orang tua kandungnya itu. Di rumah barunya sekarang, Sarungela hampir tidak dianggap sebagai anak, melainkan ia dipekerjakan seperti seorang pembantu. Mama dan kedua kakak angkatnya selalu menyuruh Sarungela mengerjakan pekerjaan rumah tanpa belas kasihan.

Adegan I
Sarah : (Menunjuk-nunjuk majalah yang dipegang. “Son, lihat pi!”
Sonia : (Marah) “Apakah? Sa lagi belajar ini.”
Sarah : (Masih menunjuk-nunjuk majalah) “Lihat pi! Ganteng.”
Sonia : “Mana? Mana?” (Tersenyum) “Ih, gantengnya. Kita beli sebentar posternya.”
Sarah : “Iyo, nah.”
Mama : “Anak-anakku, kalian lagi bikin apakah ini?
Sonia : “Sa belajar mama.”
Mama : (Melihat lantai) “Ih, kenapa masih kotor ini lantai? Belum disapukah?”
Sonia : “Tidak tahu Sarungela, ma.”
Mama : (Berteriak) “Sarungela, o… Sarungela! Sapu itu lantai! Kotornya.”
Sarungela : (Datang tergesa-gesa) “Ih, masih bersih ji, ma. Sa baru sapu tadi.”
Mama : (Marah) ”Beh, ko tidak lihatkah ini kotoran, debu. Di mana ko taruh itu mata?”
Sarungela : “Iya, ma.” (Pergi mengambil sapu).
Mama : “Anak-anak, mama pergi dulu, nah. Mama mo pergi ke salon.”
Sarah & Sonia : “Iya, ma. Dah!”
Sonia : “Kue nah, ma!” (Berteriak sambil menggaruk kepala) “Sarungela!”
Sarungela : (Mengeluh dengan suara kecil) “Huh, kenapakah sa terus, beh?” (Berteriak) “Sa masih menyapu ini kasihan.”
Sonia : (Berteriak) “Sisirkan dulu rambutku! Gatal. Sa tidak bisa konsentrasi belajar.” (Menggaruk-garuk kepala).
Sarungela : (Berbisik) “Hu, begitu mi kalau tidak pernah keramas. Lima ratus rupiah ji sampo sebungkus.”
Sonia : (Berteriak) “Apa?”
Sarungela : (Berbisik) “Alamak! Keceplosan!” (Memegang mulut) “Hampir mi. Tunggu! Selesai pi sa menyapu.”

Sarah : (Berteriak) “Sarungela!”
Sarungela : “Kenapakah lagi saya? Belum selesai satu datang lagi satu.”
Sarah : “Sudah-sudah mi itu. Kau ribut sekali.” (Sambil membaca majalah).

Adegan II
Keesokan harinya, pagi-pagi buta sekitar pukul lima dini hari, mama dan kedua kakak angkat Sarungela masih tertidur nyenyak. Namun, Sarungela sudah bangun membersihkan rumah, mencuci baju, mengangkat air, potong rumput, memasak dan lain-lain. Karena kecapaian, dia tertidur di atas kursi tamu. Tidak lama kemudian, Sarah dan Sonia bangun lalu menuju ruang tamu.
Sonia : (Menguap dan berjalan dengan mata tertutup) “Hoam, capai. Sa mimpi apa semalam?” (Sambil memegang lehernya).
Sarah : (Mengikuti Sonia dengan mata tertutup) “Ko gilakah? Ngerimu, Son. Tidur capai. Tidak ada juga ko kerja di rumah.”
Sonia : “Ih, ko pelan saja. Kau juga tidak ada ko kerja.” (Sambil berbalik ke arah Sarah).
Sarah : “Ya iyalah, kita kan punya pembantu.” (Tertawa).
Sonia : “Ha, benar juga.” (Sudah tiba di ruang tamu).
Masih dalam keadaan mengantuk, Sonia dan Sarah lalu duduk di atas kursi. Ternyata di kursi itu terdapat Sarungela yang tengah tertidur.
Sarah : (Memeluk dirinya) “Dingin, beh.” (Sambil merekatkan kembali sarung di badannya).
Sonia : ”Iya. Tapi toh, ko tidak rasa anehkah ini kursi?”
Sarah : “Iya, aneh. Da empuk. Sejak kapan ini kursi kayu pake busa?“
Sonia : “Oh, kursi baru mungkin.”
Tiba-tiba Sarungela mengubah posisi tidurnya yang membuat Sarah dan Sonia terjatuh.
Sarah & Sonia : “Aduh, sakitnya!” (Berdiri sambil mengelus-elus lututnya).
Sarah : “Eh, lihat pi!” (Menunjuk ke arah Sarungela) “Sarungela pale yang kita duduki
tadi. Pantasan!”
Sonia : “Ih, ngerinya Sarungela. Sarungela, bangun! (Memukul-mukul Sarungela). Ma, Sarungela da tidur di kursi tamu, tidak ada malunya.”
Mama datang.
Mama : “Hu, ada apakah? Masih pagi he ini kasihan, baru kalian sudah bikin ribut.”
Sonia : “Ini he, ma. Sarungela da tidur di sini.”
Sarah : “Iya, ma. Susah sekali dikasih bangun . Baru da kasih jatuh lagi kita.”
Mama : “Sarungela, bangun!” (Berteriak di dekat telinga Sarungela).
Sarungela pun terbangun.
Sarungela : (Terbangun kaget) “Ha? Kenapa, Ma?” (Bingung).
Mama : “Kenapa ko tidur di sini?” (Menatap Sarungela tajam).

Sarungela : “Saya kecapaian, ma.” (Tertunduk).
Sarah :”Ah, alasan mati.”
Sonia : “Iya. Padahal sudah dikasih kamar tidur.”
Mama : “Sudah-sudah! Lain kali Sarungela, kalau ko tidur lagi di ruang tamu, sa bakar sarungmu!” (Sambil meninggalkan ruang tamu).
Sarah & Sonia : (Berbisik) “Tobat ko!” (Mengikuti Mama).

Adegan III
Di tengah kesunyian kamar tidurnya, Sarungela memakai sarung yang merupakan peninggalan orang tuanya dan mulai meratapi kehidupannya.
Sarungela : (Duduk bersila di atas tempat tidur) “Apa arti hidupku ini? Kalau selamanya sa cuma kerja, kerja dan kerja. Sudah delapan tahun mi mereka adopsi saya, tapi hidupku masih begini-begini terus. Sama ji TKI. Lama-lama jadi madesu (masa depan suram). Kalau sa pikir-pikir, sebenarnya sa hanya dijadikan alat buat mereka. Ih, sa ingin doti-doti mereka biar mereka rasa dulu.”
Mama : “Sarungela, o… Sarungela!” (Mengetuk kamar Sarungela).
Sarungela : “Kenapa, ma?”
Mama : (Setengah berteriak) “ Apakah ko bikin di kamar? Ko menyepikah. Nanti ko kesurupan, saya lagi yang repot.”
Sarungela : “Tidak bikin apa-apa ji.” (Sambil keluar dari kamar).
Mama : “Ko pergi dulu utangkan saya pulsa di penjual sebelah rumah! Sa mau buka ini facebookku, sudah tiga hari mi sa tidak ngaptus.”
Sarungela : “Apa itu ngaptus, mama?”
Mama : “Hu, kampunganmu. Ngaptus itu update status kasihan. Eh, sudah mi, jangan mi banyak tanya! Ko pergi mi cepat utangkan saya pulsa. Setelah itu, ko menyapu, mengepel, bersihkan kamar mandi, lap kaca, masak dan yang paling penting ko pijit-pijitkan belakangku. Sa pegal-pegal. Ingat ko itu!” (Sambil berlalu).
Sarungela : “Ya ampun, itu menyuruh atau mo bunuh saya pelan-pelan?”
Mama : “Apa?”
Sarungela : “Ha? Tidak. Saya bilang, mama tambah cantik.”
Mama : “O, jelas. Nyata ini mamamu cantik. Ko tahu ji toh, mantan peragawati tingkat RT.” (Terseyum sambil memegang rambutnya, lalu pergi).
Sarungela : (Berbisik) “Uh, untung da tuli. Makanya, itu telinga dikorek-korek. Hah, kapan mau tenang hidupku ini?” (Sambil masuk kembali dalam kamarnya).

Adegan IV
Tiba-tiba, muncullah Om Peri disertai asap mengepul.
Sarungela : (Kaget, takut dan mundur beberapa langkah) “Siapa itu?”
Om Peri : (Tertawa) “Perkenalkan, saya Om Peri.” (Tersenyum).
Sarungela : “Apaan? Yang ada juga Ibu Peri.” (Heran).

Om Peri : (Tertawa) “Tahun 2011 mi he ini. Ibu Peri sudah tidak diproduksi mi lagi.”
Sarungela : “O, jadi mau apa mi katanya?”
Om Peri : (Cemberut) “Beh, masa begitu sambutannya? Katanya ada keluhanmu tadi.
Diriku selalu datang disetiap ada keluhanmu.”
Sarungela : “Sa merasa dizalimi oleh keluarga angkatku. Mereka anggap saya seperti pembantu.”
Om Peri : (Tertawa) “Selamat nah!”
Sarungela : (Cemberut) “Bisanya begitu? Sa kira peri da bantu orang?”
Om Peri : (Tertawa) “Sa main-main ji. Kau deh sensi sekali. Nanti sa bantu. Ko mo
suruh apakah saya?”
Sarungela : “Bantu saya menyapu, mengepel, bersihkan kamar mandi, lap kaca dan memasak.” (Sambil menghitung dengan jari).
Om Peri : “O, itu perkara mudah.” (Baca mantra) “~!@#$%^&*()_+:<>?`-={};’/[]|\.”
Sarungela : “Apaan?”
Om Peri : “Mantra itu. Selesai mi semua pekerjaanmu. Sa jamin. Sa pergi dulu nah, masih banyak keluhan dari anak-anak seperti kamu.”
Sarungela : “Terima kasih, Om Peri.”

Adegan V
Om Peri pun hilang. Kemudian, Sarungela keluar kamar untuk mengutang pulsa. Di ruang tamu kedua kakak angkatnya sedang duduk asyik mambaca majalah dan koran. Tiba-tiba, Sarungela lewat dengan wajah berseri-seri.
Sonia : “Sarungela, sudah selesai mi?”
Sarungela : “Selesai apa?”
Sonia : “Yang disuruh tadi sama mama.”
Sarungela : “O, sudah mi, kak.”
Sarah : “Bisanya itu?” (Sambil membaca koran di tangannya).
Sonia : “Ha, sombong sekali.” (Memandang Sarungela sinis).
Sarungela : “Cek kalau tidak percaya.”
Sarah : “Iyo, di. Sudah bersih. Kenapa cepat sekali? Pasti pakai ilmu hitam ini.” (Sambil melihat sekeliling).
Sarungela : “Hm, Sarungela dilawan.” (Sambil meninggalkan rumah).
Sonia : “Pelan saja.”

Adegan VI
Pada suatu hari, mama telah selesai membuat kue untuk dijual oleh Sarungela.
Mama : (Sambil merapikan kue). “Huh, mau ada mi lagi uangku. Berapa harganya ini satu biji kue mo dijual di? Seribu? Terlalu murah. Lima ribu? Hm, sepuluh ribu? Terlalu mahal. Dua ribu saja, beh.”
Kemudian, Sarah dan Sonia datang mendekati mama yang sedang merapikan kue yang akan dijual Sarungela.

Sarah : “Ma, lagi apa?”
Mama : “Huh, sa lagi rapikan ini kue kasihan, anakku.”
Sarah : “O, ma. Ada berita baru. Masa toh, Raul Lemos, orang Timor Leste da menikah sama diva Indonesia, Krisdayanti.” (Dengan cekatan, tangan Sonia mengambil kue).
Mama : “Huh, astaga! Sa sudah tahu mi itu, nak. Tiap hari sa nonton infotaiment.”
Sonia : “Baru toh, ma, di resepsinya, mantan suaminya Krisdayanti, Anang, da peluk Raul Lemos. Homo toh, ma?” (Dengan cekatan, tangan Sarah mengambil kue).
Mama : “Kalian deh, bawa berita-berita basi, tidak up to date. Makanya, ikuti mamamu. Browsing internet setiap hari, gitu lho.” (Sambil memalingkan mukanya ke arah kue).
Sarah & Sonia : “Eits, Mama.” (Saling menepukkan tangan).
Mama : “Ih, kenapa ini kue? Sepertinya da berkurang.” (Sambil memalingkan wajah kepada Sonia dan Sarah). “Dasar kalian! Pergi sana!” (Sarah dan Sonia kabur). “Sarungela!” (Berteriak).
Sarungela : “Iya, ma. What happen aya naon?”
Mama : “Ko pergi jual ini kue! Dua ribu sebiji. Pokoknya harus laku semua. Kalau tidak laku, lihat saja nanti.”
Sarungela : “Iya, ma.” (Sambil mengambil talang yang berisi kue).

Adegan VII
Di depan rumah, Sarungela menaruh talang berisi kue di atas kepalanya. Tiba-tiba, Om Peri muncul lagi.
Om Peri : “Assalamu’alaikum Wr. Wb!”
Sarungela : “Wa’alaikumsalam Wr. Wb! Om Peri, sa sedih. Sa disuruh jual kue harus laku semua, baru banyaknya mi ini. Om Peri, bantu pi saya jualan.”
Om Peri : “Ayo!”
Mereka pun mulai menjual kuenya. Karena kelaparan, tangan nakal Om Peri bergerilya di atas talang kue Sarungela.
Sarungela : “Ih, Om Peri jangan begitu! Sa dibunuh nanti pulang. Mulai mi menjual!“
Om Peri : “Maaf, lapar kasihan. Baiklah, sa mulai mi pale. Jalangkote! Panada!”
Sarungela : “Resoles! Tahu Isi! Donat! Dua ribu sebiji.”

Adegan VIII
Di sebuah taman di depan rumah yang sangat mewah, duduk seorang wanita yang bernama Ibu Tendri. Di seberang jalan, lewatlah Om Peri dan Sarungela.
Om Peri : “Jalangkote! Panada!”
Ibu Tendri : “Kue! Kue! Kemari!”
Sarungela : (Mendekat) “Mau beli apa, tante?” (Bertanya kepada wanita itu).
Ibu Tendri : “Panada dua dan resoles dua.” (Ketika Sarungela membungkus kue pesanan Ibu Tendri, Ibu Tendri memperhatikan sarung yang dikenakan Sarungela).

Sarungela : “Ini tante, kuenya. Kenapa tante lihat-lihat sarungku?”
Ibu Tendri : (Tersenyum) “Oh, sarungmu bagus.”
Sarungela : “Terima kasih, tante.”
Ibu Tendri : “Berapa harganya semua?”
Sarungela : “Hm, panada dua dengan resoles dua. Sebiji lima ribu, jadi semuanya dua puluh ribu.” (Sambil menghitung dengan jari).
Ibu Tendri : “Tunggu sebentar, ya!” (Membuka dompet dan mulai menghitung uang).
Om Peri : (Berbisik) “Woi, tidak kemahalan itu?”
Sarungela : (Berbisik) “Orang kaya ji. Lihat pi! Ada laptopnya, dompetnya tebal. Saya curiga pasti ada Honda Jazznya.”
Om peri : (Berbisik) “Baiklah, yang penting ko senang.”
Ibu Tendri : ”Oh, ini uangnya dek.” (Memberikan selembar uang dua puluh ribu).
Sarungela : “Terima kasih, tante. Permisi!”
Ibu Tendri : “Iya.”

Adegan IX
Minggu-minggu berikutnya, Sarungela selalu lewat berjualan kue di depan rumah Ibu Tendri dan Ibu Tendri selalu membeli kue Sarungela. Suatu hari, Ibu Tendri mengajak Sarungela untuk duduk berbincang-bincang.
Ibu Tendri : (Memanggil Sarungela) “Dek, kemari! Temani tante duduk di sini!”
Sarungela : “Boleh.” (Duduk di samping Ibu Tendri).
Ibu Tendri : “Siapa namamu?”
Sarungela : “Sarungela, tante.”
Ibu Tendri : “Oh, pantasan kamu sering memakai sarung.”
Sarungela : “Iya. Sarung ini adalah peninggalan orang tua kandung saya dulu. Kata ibu panti asuhan, waktu bayi, sa ditemukan dengan ini sarung.”
Ibu Tendri : “Di mana sekarang kamu tinggal?”
Sarungela : “Jalan Sepatu nomor 16, Kelurahan Kadia.”
Ibu Tendri : “Berapa umurmu sekarang? Terus kapan kamu diadopsi?”
Sarungela : “Sekarang umurku enam belas tahun. Sa diasopsi umur delapan tahun.”
Ibu Tendri : (Wajah Ibu Tendri mulai terlihat aneh). “Bagaimana kehidupanmu sekarang di rumah orang tua angkatmu?”
Sarungela : (Dengan wajah yang sedih) “Jangan dibilang, tante. Di sana, sa dianggap sebagai pembantu oleh mama dan kedua kakak angkatku. Tiap hari sa bangun pagi-pagi sekali, beres-beres rumah, memasak dan ke pasar. Baru banyak sekali utangnya mereka. Sa malu sekali.”
Ibu Tendri : “Kasihan sekali kamu, nak.” (Sambil mengusap-usap kepala Sarungela). “Bisa tante pegang sarungmu?”
Sarungela : “Oh, iya.”
Ibu Tendri mulai memegang ujung sarung tersebut, dirasakannya kainnya. Ibu Tendri kemudian melihat pola sarung tersebut. Wajahnya mulai terlihat aneh. Kemudian ia melihat mata Sarungela. Ibu Tendri mulai bersedih.

Sarungela : “Kenapa, tante?”
Ibu Tendri : (Mata menerawang) “Enam belas tahun yang lalu, saya dan suami saya mempunyai seorang anak perempuan yang sangat kami sayangi. Namun, suatu hari, saya lalai menjaga dia. Dia diculik oleh lawan bisnis suami saya. Sebelum anak saya hilang, saya melilitkan sarung di badannya. Sarung itu sama persis dengan sarung ini. Kamu adalah anakku yang hilang, Sarungela.”
Sarungela : (Kebingungan) “Mungkin sarungnya ji yang mirip, tante.”
Ibu Tendri : “Tidak mungkin. Sarung itu adalah tenunan nenek kamu dan diberikan kepadaku. Tidak mungkin ada duanya. Lagipula, umur kamu sama dengan bayi saya yang hilang. Mata kamu mirip sekali dengan ayahmu. Saya pasti tidak salah lagi, kamu adalah anakku.”
Sarungela : “Kalau begitu, ayah ada di mana?”
Ibu Tendri : (Semakin sedih) “Ketika kamu hilang, setiap hari ayah pergi mencari kamu. Dia tidak peduli lagi dengan kesehatannya. Lama-kelamaan, dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Maafkan ibumu ini, anakku! Ibu tak bisa menjagamu dengan baik.”
Sarungela : (Menangis dan memeluk ibunya itu) “Sudah mi ibu. Tidak apa-apa ji. Yang penting, sekarang kita telah bersama kembali. Sa senang sekarang bisa melihat ibu. Kalau begitu, sekarang sa tinggal mi di sini, ibu. Sa sudah tidak sanggup mi lagi kembali ke rumah. Sa sudah cukup menderita dengan semua ini.
Ibu Tendri : “Tidak bisa sekarang. Kita harus pamit sama keluarga angkatmu. Sebentar sore ibu akan menjemput kamu. Tapi kamu jangan memberi tahu mereka dulu. Nanti ibu yang memberi tahu mereka.”
Sarungela : (Sedih) “Iya, bu. Saya pulang dulu. Assalamu’alaikum!” (Mencium tangan ibu).
Ibu Tendri : (Sedih) “Wa’alaikumsalam! Sarungela…”
Sarungela : (Berteriak) “Kenapa, bu?”
Ibu Tendri : “Talangmu, nak. Kamu melupakannya.” (Memberikan talang kepada Sarungela).
Sarungela : “Terima kasih, bu.”

Adegan X
Di rumah, mama sedang duduk di ruang tamu. Tiba-tiba, datang seorang tamu.
Bapak rian : “Assalamu’alaikum!” (Mengetuk pintu).
Mama : “Wa’alaikumsalam! Silakan masuk, pak!” (Mempersilakan Bapak Rian duduk).
Mama : “Bapak siapa, ya? Ada perlu apa?”
Bapak rian : “Begini Bu. Perkenalkan, saya Rian. Saya adalah petugas BRI. Saya kemari ingin memberitahukan ibu bahwa rumah ini akan kami sita, karena sudah sepuluh bulan ibu tidak membayar pinjaman ibu sebesar lima puluh juta rupiah di bank. Ini surat kontraknya.” (Menyodorkannya kepada mama).
Mama : (Terkejut) “Tidak bisa ditunda dulu pak? Suami saya telah meninggal dan saya
juga sulit untuk mendapatkan uang. Tolonglah, pak!”
Bapak Rian : “Itu urusan pribadi ibu. Saya hanya manjalankan tugas. Lusa, rumah ini akan
disita. Jadi, ibu harus segera meninggalkan rumah ini. Saya permisi dulu.”
(bangkit dari kursi dan segera pergi).

Mama kemudian duduk terdiam. Tak lama kemudian, Sarungela tiba di rumah dengan wajah tidak seperti biasanya.
Sarungela : “Assalamu’alaikum!”
Mama : “Wa’alaikumsalam!”
Sarungela : “Ma, ini uangnya.” (Memberikan beberapa lembar uang kepada mama).
Mama : “Taruh di atas meja dapur!” (Masih sedih).
Sarungela : “Iya.” (Lalu menuju dapur).
Sarah dan Sonia datang.
Sarah & Sonia : “Eh, ada mama. Ada mama, ada uang.” (Duduk di sebelah mama).
Sonia : (Merayu) “Mama yang cantik.”
Sarah : “Kasih pi kita uang! Seratus ribu saja.”
Sonia : “Iya, mama kita kan cantik.”
Mama : (Memukul meja) “Heh, kalian itu, minta uang saja kerja. Kalian lihat itu Sarungela. Setiap hari, pergi jualkan kita kue. Kalian? Tidak ada kalian kerja. Pergi sana!”
Sarah : (Lari ke sudut ruangan) “Ih, da kenapa mama?”
Sonia : “Tidak tahu. Da gila mungkin.”
Sarah : “Kita pergi mi pale. Nanti kita gila seperti mama.”
Sonia : “Iyo di. Ayo!”
Tidak lama kemudian.
Ibu Tendri : “Assalamu’alaikum!” (Mengetuk pintu).
Mama : “Wa’alaikumsalam! Silakan masuk!” (Mempersilakan Ibu Tendri duduk). “Ibu siapa? Ada perlu apa?”
Ibu Tendri : “Perkenalkan, saya Ibu Tendri. Langsung saja…” (Pembicaraan terhenti).
Mama : (Memegang kepala) “Berhenti, berhenti! Langsung saja? Tadi kata langsung saja mengantarkan saya pada utang lima puluh juta rupiah. Sekarang utang apa lagi?”
Ibu Tendri : “Ibu, tenang! Keperluan saya ke sini adalah untuk menjemput Sarungela dan membawanya pulang ke rumah saya. Sarungela adalah anak saya yang hilang enam belas tahun yang lalu”.
Mama : (Menyangkal) “Mungkin ibu salah orang. Sarungela adalah anak adopsi saya.”
Ibu Tendri : “Tidak, saya sudah menyelidikinya. Saya yakin dia anak saya. Lagipula, ibu sendiri suka menyiksa Sarungela dan itu melanggar hukum.”
Mama : “Aduh, bu. Tolong jangan laporkan saya pada polisi. Kalau begitu, tolong beri saya waktu untuk berpikir!”
Ibu Tendri : “Baiklah. (Telepon genggam berbunyi, Ibu Tendri berdiri di sudut untuk menjawabnya) “Assalamu’alaikum! Ya. Oh, meeting jam lima? Baik. Wa’alaikumsalam!” (Duduk) “Ibu, sudah berpikirnya? Saya ada meeting jam lima sebentar. Tolong dipercepat!”
Mama : (Berfikir sejenak) “Begini saja, biar adil, saya dan anak-anak saya juga harus tinggal di rumah Ibu Tendri. Soalnya, lusa rumah ini akan disita bank. Tolonglah, bu!”

Ibu Tendri : (Berfikir sejenak) “Hm, baiklah. Berhubung ibu sudah membesarkan Sarungela. Tapi ada satu syarat. Kalian boleh tinggal di rumah saya, tapi sebagai pembantu. Bagaimana?”
Mama : (Kaget) “Apa? Pembantu? Tidak, tidak. Bagaimana dengan kuku dan kulit saya yang mulus ini?”
Ibu Tendri : “Ya, terserah ibu. Mau jadi pembantu atau gelandangan.”
Mama : (Berfikir sejenak) “Hah, baiklah. Saya setuju.”

Adegan XI
Setahun kemudian, di rumah Ibu Tendri. Sarungela dan ibu kandungnya itu sedang duduk di taman depan rumah.
Sarungela : (Sibuk mengutak-atik telepon genggam lalu berteriak) “Sarah! Sarah!”
Sarah : (Sambil berlari) “Iya. Kenapa?”
Sarungela : “Tadi malam, ban mobilku yang Honda Jazz da injak tai sapi. Pergi bersihkan sekarang! Cepat!”
Sarah : (Pergi lalu kembali lagi) “Yang warna apa?”
Sarungela : “Ih, sa lupa. Yang warna biru kalau saya tidak salah. Eh bukan, yang warna merah jambu. Pergi mi sana, cepat!”
Sarah : “Iya.” (Pergi ke halaman belakang rumah).
Sarungela : “Ini mi juga ibu. Belikan mobil satu kali tiga. Baru Honda Jazz semuanya.”
Ibu Tendri : “Maaf, nak. Ibu kira kamu suka merk itu. Begini saja, besok sore kita ke dialer, jual yang kamu tidak suka dan kita beli yang baru sebagai gantinya. Bagaimana?”
Sarungela : “Ibu, sa suka semuanya. Tambah saja bu, yang merk baru tapinya.”
Ibu Tendri : “Iya. Ingatkan ibu besok, ya!” (Sambil melanjutkan bacaanya).

Sarungela : “Terima kasih, ibu. Sa sayang sekali sama ibu.” (Sambil tersenyum pada ibunya lalu berteriak) “Sonia! Sonia!”

Sonia : (Sambil berlari) “Iya.”
Sarungela : “Pergi ambilkan laptopku yang baru dibelikan ibu kemarin! Di atas meja ruang tengah lantai empat. Sekarang! Jangan ko naik lift atau tangga jalan, ko naik tangga manual saja! Awas kalau sa lihat kamu naik lift. Cepat!“
Sonia : “Iya!” (Menghentakkan kaki lalu masuk rumah).
sarungela : “Mama! Mama Sosa!”
Mama : (Datang) “Kenapa?”
Sarungela : “Buatkan saya kue resoles yang enak sekarang!”
Ibu Tendri : “Panada juga. Sekarang! Sudah lapar ini.” (Memegang perut).
Mama : “Sebentar pi!”
Ibu Tendri : “Sekarang! Atau kamu mau saya usir?”
Mama : “Eh, jangan. Iya deh.” (Masuk rumah).
Sarungela : “Hm, senang rasanya melihat mereka.” (Tersenyum).
Ibu Tendri : “Tapi jangan sampai keterlaluan, anakku.”

Sarungela : “Iya, bu. Sa hanya ingin membuat mereka merasakan apa yang saya rasakan. Tidak lebih dari itu.” (Mereka berdua tersenyum).


Itulah kisah Sarungela. Ia bertemu kembali dengan ibu kandungnya. Mama dan dua kakak angkatnya telah insaf dan menyadari semua perbuatannya selama ini. Begitu juga dengan Om Peri. Om Peri tetap menolong anak-anak lain yang menderita seperti Sarungela dulu. Kini sarung Sarungela telah terlipat rapi di dalam lemari dan Sarungela kini dipanggil sesuai dengan nama asli pemberian dari ayahnya, yaitu Nurul Ilmi.

Tamat